Selasa, 13 Januari 2009

PERANAN PERS NASIONAL DALAM PENYIARAN PEMILU


Ditulis Oleh: M.Taufik,SH

Saat ini bangsa kita sedang memasuki sejarah yang sangat penting dengan melangsungkan Pemilu legislative 2009. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia baru belajar berdemokrasi dan masih terlalu dini untuk mengatakan sukses Pemilu sebagai sukses demokrasi. Demokrasi hanya baru dimengerti oleh sebagian masyarakat sebagai Pemilu yang berlangsung fair, sehingga cenderung bersifat minimalis atau formalistis yang kadang mengabaikan proses antara satu dengan yang lain, meskipun demikian Negara harus tetap memberikan kemungkinan kepada warga Negara mengungkapkan opini mereka secara luas dan salah satu cara mengungkapkan opini itu adalah melalui lembaga penyiaran atau pers.

Pasal 28 UUD 45 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak ,elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan maksud tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan dalam pasal tersebut maka dibentuklan undang-undang pers dengan fungsi maksimal sebagai salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Pers juga berfungsi melaksanakan kontrol sosial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik berupa korupsi, kolusi, nepotisme maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya,Oleh karena itu dalam pelaksanaan Pemilu 2009 yang akan datang di Kab.Bantaeng diharapkan pers ikut aktif menyebarkan informasi Pemilu kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi pers yang diatur dalam UU No.40 Tahun 1999.

Dalam menjalankan tugasnya meliput dan menyiarkan pelaksanaan Pemilu 2009 nanti, setiap media berhak mendapatkan kesempatan yang sama seperti yang tersirat dalam pasal 4 ayat (1) UU No.40/1999 tentang kemerdekaan pers, “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak azasi warga Negara”. Tetapi kemerdekaan ini harus disertai kesadaran akan pentingnya supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.

Dalam pasal 6 UU No.40/1999 disebutkan pers mempunyai kewajiban memberi informasi yang benar kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan informasi yang berimbang, tepat, benar dan akurat. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan misscomunication dimasyarakat, dan sudah pasti bertentangan dengan semangat dari UU pers itu sendiri khususnya pasal 3 ayat (1)(2)(3) UU No.40/1999.Selama dalam menyelenggarakan Pemilu 2009, KPU disetiap tingkatan wajib menyiarkan kegiatan tahapan pelaksanaan Pemilu dan media yang paling diandalkan adalah pers (untuk KPU ada MEDIA CENTRE). Termasuk didalamnya pemuatan iklan kampanye. Dalam UU No.10/2008 iklan kampanye ini diatur dalam bagian ke VI paragraph 4 pasal 93 s/d pasal 100 yaitu :

Pasal 93
(1) Iklan kampanye Pemilu dapat dilakukan oleh Peserta Pemilu pada media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat.
(2) Iklan kampanye Pemilu dilarang berisikan hal yang dapat mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa.
(3) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye.
(4) Pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.

Pasal 94
(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menjual blocking segment atau blocking time untuk kampanye Pemilu.
(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menerima program sponsor dalam format atau segmen apa pun yang dapat dikategorikan sebagai iklan kampanye Pemilu.
(3) Media massa cetak, lembaga penyiaran, dan Peserta Pemilu dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu Peserta Pemilu kepada Peserta Pemilu yang lain.

Pasal 95
(1) Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di televisi untuk setiap
Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling
lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye.
(2) Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di radio untuk setiap
Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling
lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye.
(3) Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah untuk semua jenis iklan.
(4) Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Peserta Pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3).

Pasal 96
(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran melakukan iklan kampanye Pemilu dalam bentuk iklan kampanye Pemilu komersial atau iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menentukan standar tarif iklan kampanye Pemilu komersial yang berlaku sama untuk setiap Peserta Pemilu.
(3) Tarif iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat harus lebih rendah daripada tarif iklan kampanye Pemilu komersial.
(4) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menyiarkan iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat non-partisan paling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 (enam puluh) detik.
(5) Iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diproduksi sendiri oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran atau dibuat oleh pihak lain.
(6) Penetapan dan penyiaran iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat yang
diproduksi oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
(7)Jumlah waktu tayang iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jumlah kumulatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Pasal 97
Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi Peserta Pemilu.

Pasal 98
(1) Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas
pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau oleh media massa cetak.
(2) Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada KPU dan KPU provinsi.
(4) Dalam hal Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers tidak menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ditemukan bukti pelanggaran kampanye, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menjatuhkan sanksi kepada pelaksana kampanye.

Pasal 99
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
c.pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu;
d. denda;
e.pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu untuk waktu tertentu; atau
f.pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers bersama KPU.

Pasal 100
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran, iklan kampanye, dan
pemberian sanksi diatur dengan peraturan KPU.

KPI dan Dewan Pers (Bantaeng?) akan dilibatkan secara aktif untuk mengawal proses Pemilu, khususnya pengawasan terhadap perilaku lembaga penyiaran dan media cetak pada tahap kampanye dan minggu tenang.*
Dalam Pemilu besar kemungkinan ada media yang cenderung partisan, memihak pihak tertentu, orang tertentu. Karena itu perlu ada mekanisme pengawasan yang baku dan berkesinambungan untuk mengawasi hal ini terutama iklan Pemilu bahkan pihak KPI dilibatkan dalam pengawasan penyiaran berita oleh media massa yang ada. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Mochamad Riyanto anggota KPI Pusat bahwa pengaturan isi siaran Pemilu maupun Pilkada melalui lembaga penyiaran memang menjadi kewajiban KPI, sebagaimana telah diterjemahkan KPI kedalam Pasal 60 Peraturan KPI No.03/2007 mengenai Standar Program Siaran. Dalam ketentuan tersebut lembaga penyiaran diwajibkan mengalokasikan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilu, bersikap adil dan proporsional, tidak partisan, tidak membiayai atau mensponsori program yang ditayangkan. Pelanggaran atas ketentuan ini akan berakibat teguran yang berujung pada pemberian sanksi kepada lembaga penyiaran.

Tidak ada komentar: